SUDAH 63 tahun
Indonesia merdeka, namun kondisi bangsa Indonesia masih saja terpuruk, masih
sangat jauh dari cita-cita Proklamasi. Selama kurun waktu lebih dari enam dasa
warsa itu, lima orang presiden silih berganti mengendalikan roda pemerintahan
di Indonesia. Namun, keterpurukan itu masih saja membelenggu. Faktor utama
pemicu keterpurukan bangsa Indonesia itu, terletak pada sikap mental komponen
anak bangsa yang keropos. Yakni, lebih banyak komponen anak bangsa yang
terjangkit "penyakit" miskin mental dibandingkan yang kaya mental.
Hal itu
ditegaskan motivator nomor satu Indonesia Andrie Wongso pada acara talkshow
"Dari Bali Kita Bangkitkan Kembali Semangat Nasionalisme Indonesia
Berdasarkan Budi" yang digelar Inti Bali bersama Kelompok Media Bali Post.
Acara ini digelar serangkaian 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Gedung
Ksirarnawa Taman Budaya Bali, Senin (26/5) kemarin.
"Penyakit"
miskin mental itu, kata Andrie Wongso,
teraktualisasi dalam bentuk malas, loyo, tidak disiplin, takut
tantangan, banyak mengeluh, tidak mengerti tanggung jawab dan berbagai sikap
negatif lainnya, tapi mengharapkan kehidupan lebih enak. Jika komponen
anak bangsa tidak mampu melepaskan diri dari "penyakit" miskin mental
itu, maka jangan pernah bermimpi Indonesia akan bangkit. (Bali Post, 27 Mei
2008)
Penyakit Mental Endemik
Dari kutipan artikel ini, nampak jelas bahwa Andrie Wongso berani dengan
tegas mengungkapkan adanya "penyakit" miskin mental yang selama ini
menggerogoti masyarakat dan bangsa Indonesia. Semakin lama dan semakin melekat
pada diri masyarakat Indonesia maka semakin hancur juga negeri tercinta kita
Indonesia ini. Apakah Anda peduli dengan hal ini? Apakah Anda cinta dengan
negeri Indonesia ini? Mungkin Anda tidak peduli terhadap masa depan dan
hidup-matinya Indonesia tapi apakah Anda juga tidak peduli terhadap diri Anda
sendiri?
Coba Anda perhatikan dengan jujur sekeliling Anda saat ini! Seberapa banyak
orang-orang di sekitar Anda saat ini yang setiap hari selalu mengeluh ingin
kehidupan yang lebih baik tapi tidak berusaha? Seberapa banyak orang yang
mengatakan saya tidak mampu? Seberapa banyak orang yang putus asa dengan
mengatakan saya sudah berusaha tapi memang saya tidak bisa? Seberapa banyak
orang yang selalu memohon bantuan kepada orang lain? Seberapa banyak orang yang
mengatakan tolong bantuin ini atau tolong bantuin itu? Seberapa banyak orang
yang menyalahkan orang lain atas hal buruk / kegagalan yang dialaminya?
Seberapa banyak orang yang MAU BERHASIL tapi TIDAK MAU BERGERAK?
Sebagai contoh nyata yang sederhana yang seringkali terjadi di kehidupan
sehari-hari adalah:
Siti adalah mahasiswa jurusan Sejarah semester 3, ia diberikan tugas kuliah
untuk memilih tokoh Sejarah yang legendaris dan pemikirannya masih eksis /
tetap dapat digunakan pada kondisi saat ini. Siti mengalami kebingungan apa
yang harus dijawabnya, dan apa yang harus ditulisnya. Akhirnya dia bertanya
tanya pada temannya, "kamu ambil tokoh siapa? Kenapa milih dia? Emang apa
pemikirannya? Kamu baca dari buku apa?" Setelah temannya itu sudah memberi
tahu tokoh siapa yang dipilih hingga buku apa yang dibacanya maka Siti ikut
membaca buku tersebut. Setelah itu ia akan bertanya lagi "Bagaimana cara
kamu menjelaskannya?" Akhirnya Siti ikut memilih tokoh tersebut dan meniru
penjelasan temannya itu. Setelah ia selesai mengerjakan, Siti datang ke salah
satu temannya yang lain dan meminta temannya tersebut untuk membaca hasil kerja
nya dan meminta pendapat temannya itu apakah sudah sesuai karena masih dirasa ada
yang kurang. Ia meminta temannya tersebut untuk menuliskan komentarnya langsung
di kertas hasil kerjanya tersebut, Siti juga mengatakan langsung diubah juga
tidak masalah. Setelah temannya memberi komentar tersebut ia membetulkan
kembali hasil kerjanya berdasarkan masukan dari temannya itu dan menyerahkan
kepada dosennya hasil kerja tersebut.
Kemiskinan Mental
Menurut Anda apakah Siti itu miskin mental? Apakah Siti itu pemalas? Secara
sepintas mungkin Anda merasa biasa saja dan mungkin juga Anda berpikir banyak
yang melakukan hal seperti itu. Namun kalau Anda perhatikan lagi dengan
seksama, Siti sebenarnya adalah orang yang miskin mental dan pemalas. Mengapa?
Karena ia tidak mencari sendiri tokoh yang akan digunakan, ia tidak mencari
sendiri buku yang akan digunakan sebagai sumber informasi (padahal ia bisa
aktif mencari di perpustakaan ataupun browsing artikel atau jurnal maupun buku
di internet via www.google.com
ataupun www.yahoo.com)
, ia tidak berpikir sendiri pemikiran si tokoh yang eksis / tetap bisa
digunakan di era saat ini, ia tidak berpikir sendiri seperti apa ia harus
memperbaiki hasil kerjanya berdasarkan masukan temannya, melainkan ia menyuruh
temannya untuk menuliskan komentarnya dan juga perubahannya. Atas dasar semua
ini maka Siti dikatakan sebagai orang yang korup*, korup apa? bukan korupsi
uang tapi korupsi pemikiran dan karya orang lain. Siti sudah menjiplak
pemikiran dan karya orang lain dan mengakuinya sebagai pemikiran dan karyanya
sendiri dengan mengatasnamakan pekerjaan tersebut atas nama dirinya. Siti juga
telah memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri. Ini termasuk ke
dalam kategori orang yang miskin mental dan juga seorang pemalas.
Menurut Thesaurus
Dictionary, korup / Corrupt diartikan sebagai: having or showing
lowered moral character or standards. Sementara menurut Wikipedia, korupsi
diambil dari bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang artiknya
adalah: busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).
Apakah Anda orang yang sejenis Siti? Apakah Anda orang yang malas jika
harus bersusah payah melakukan sesuatu? Apakah Anda orang yang senang
memanfaatkan orang lain untuk kepentingan Anda sendiri? Apakah Anda orang yang
selalu menyalahkan orang lain atas kegagalan diri Anda, atas kemalangan diri
Anda? Hanya Anda sendiri yang tahu jawabannya.
"Self pity is our worst enemy and if we yield to
it, we can never do anything wise in this world"
- Helen Keller -
(American Author and Educator who was blidn and deaf. 1880-1968)
- Helen Keller -
(American Author and Educator who was blidn and deaf. 1880-1968)
Pelecehan Diri
Jika seseorang memiliki mental miskin seperti ini maka sebenarnya orang
tersebut sedang melakukan pelecehan terhadap dirinya sendiri, ia sedang
menginjak injak harga dirinya sendiri. Mengapa? Karena orang ini tidak
menghargai potensi yang dimilikinya sendiri. Sebenarnya setiap orang memiliki
potensi untuk belajar, untuk berpikir, untuk berusaha, untuk bangkit dari
kegagalan, untuk menghargai diri sendiri dan orang lain, serta untuk banyak hal
positif lainnya. Semakin diasah maka potensi ini akan semakin tajam, semakin
meningkat dan berkembang. Orang-orang yang punya mental miskin yang tidak
menghargai dirinya sendiri, akan mengubur potensinya jauh di dasar tanah dan
ditutup-tutupinya; sementara ketika orang lain bertanya "mana potensi
kamu?", ia akan menjawab "saya tidak punya,saya tidak
seberuntung kamu, saya tidak diberikan potensi itu, saya tidak sanggup",
dstnya.
"Nothing can stop the man with the right mental
attitude from achieving his goal;
nothing on earth can help the man with the wrong mental attitude."
- W. W. Ziege -
nothing on earth can help the man with the wrong mental attitude."
- W. W. Ziege -
Dampak Nasional
Alhasil orang bermental miskin ini tidak akan mampu bertahan di dalam
kehidupan, karena hidup menuntut seseorang untuk memiliki mental yang kuat,
mental untuk terus maju dan berkembang, mental untuk mau terus belajar dengan
mengandalkan dirinya, bukan orang dengan mental miskin yang mengandalkan
bantuan orang lain / keadaan, yang bergantung pada orang lain / keadaan, dan
menyalahkan orang lain / keadaan atas kegagalannya.
Jika konsekuensi dari manusia yang mental miskin adalah tidak mampu
bertahan di dalam kehidupan, maka bayangkan jika di Indonesia dengan jumlah
penduduk saat ini lebih dari 200 juta orang, 90% nya adalah orang-orang dengan
mental miskin,maka seperti apakah kelanjutan bangsa Indonesia ini? Bangsa
Indonesia juga tidak akan mampu bertahan dalam kehidupan ini bukan? Bangsa
Indonesia akan terus dilanda kegagalan demi kegagalan. Bangsa Indonesia tidak
lagi bangsa yang sejahtera karena semakin lama semakin terpuruk. Bangsa
Indonesia akan terus tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Apakah ini yang kita
inginkan? Melihat Indonesia perlahan demi perlahan tenggelam?
Sadarkah Anda bahwa yang paling berperan besar dalam
merusak bangsa Indonesia ini bukanlah dari luar melainkan dari dalam bangsa itu
sendiri, yaitu dari mental masyarakat Indonesia sendiri.
Selamatkan dirimu sebelum menyelamatkan orang lain!
Apapun profesimu, studimu, kamu harus bisa going through it. Kalo di
studi saja 'udah memble', 'udah dependent', bagaimana mau menolong orang
lain? Kalau dari hal kecil saja sudah minta tolong sama orang lain, bagaimana
mau menyelamatkan hidup orang lain ? kalao susah 'dikit aja udah aduh-aduhan' /
mengeluh, bagaimana kalau di dipercaya untuk tanggung jawab yang lebih besar?
"Be faithful in small things because it is in
them that your strength lies."
- Mother Teresa -
- Mother Teresa -
Siapa yang bisa menyelamatkan Indonesia dan menyelamatkan diri kita
sendiri? Hanya diri kita sendiri bukan? Karena itu mulailah dari diri sendiri.
'Ngga usah pakai' herorisme yang semu, kalau ternyata 'ngga bisa'
jadi hero buat diri sendiriĆ¢€¦patirotisme dan cinta tanah air nggak
diliat dari tampilan luar atau aksi-aksi dari luar, tapi dari kontribusi yang
bisa kamu berikan pada sekeliling kamu.
"Big jobs usually go to the men who prove their
ability to outgrow small ones."
- Theodore Roosevelt -
- Theodore Roosevelt -
Mulai dari hal-hal kecil setiap hari, mulai dari mengubah kebiasaan setiap
hari, hargai diri sendiri, dan berikan teladan untuk orang lain terutama
teladan untuk keluarga kita. Jangan hanya minta dibantu tapi bantulah terlebih
dahulu diri sendiri, jangan lari dari konsekuensi buruk yang harus dihadapi
tapi jadilah bertanggung jawab, jangan menghindar dari masalah tapi pandang dan
hadapilah masalah sebagai tantangan hidup, jangan malas bergerak tapi teruslah
belajar, jangan malas berubah tapi teruslah memperbaiki diri, dan hiduplah
disiplin, serta jadilah diri sendiri yang bertanggung jawab.
"Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, ambition inspired, and success achieved."
- Helen
Keller -
"Happiness always looks small while you hold it
in your hands, but let it go, and you learn at once how big and precious it
is."
- Maxim Gorky -
- Maxim Gorky -
Oleh :
Veronica Adesla, S.Psi